Analisis Manajemen Krisis PR United Airlines dalam Menangani Kasus Penurunan Penumpang Secara Paksa

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Oleh:

Nama                         : Avianti
NIM                            : 15110190870
Konsetrasi                : Public Relations











JAKARTA­­­
2018



BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang Masalah

Transportasi udara pada jaman sekarang ini telah menjadi pilihan umum bagi masyarakat yang akan berpergian jauh. Umumnya mereka memilih transportasi udara untuk mempersingkat waktu untuk mencapai tempat tujuan, ataupun karena memiliki harga yang murah. Sekarang ini sudah banyak maskapai penerbangan yang ada di seluruh dunia, dan United Airlines termasuk dalam perusahaan maskapai terbesar kedua di dunia dan maskapai penerbangan utama di Amerika Serikat. Mereka merupakan anak perusahaan utama dari United Continental Holdings yang berdiri pada 6 April 1926 dan mulai beroperasi pada 30 Juni 1927. Maskapai ini berkantor pusat di Chicago, Illinois. Dengan menjadi maskapai terbesar kedua di dunia tidak menjamin United memiliki citra yang baik, karena kenyataannya United Airlines memiliki citra yang buruk dalam melayani customer mereka. Jika kita mencari dalam laman pencarian di internet, maka kita akan menemukan banyak kasus yang menimpa United Airlines, seperti complaint yang muncul dari para customer mereka mengenai kursi pesawat yang rusak, pesawat yang kotor, pelayanan customer service yang kurang baik, bahkan sering terjadi kasus kelebihan penumpang dikarenakan over booking. Citra yang buruk ini disebabkan karena kurangnya tanggapan dari pihak PR United Airlines dalam menangani kasus keluhan yang dialami oleh customer mereka.

Namun tahun ini, United Airlines mendapatkan kecaman keras dari dunia, dikarenakan beredarnya video yang memperlihatkan bahwa staff United Airlines beserta petugas keamanan bandara Chicago menyeret keluar seorang penumpang karena penumpang tersebut enggan untuk turun dari pesawat United Airlines dengan nomor penerbangan 3411 dari bandara Chicago O'Hare menuju  Louisville pada 9 April 2017. Seperti yang dilansir oleh BBC.com pada 11 April 2017, pada kala itu, United Airlines meminta empat orang penumpang untuk turun dari pesawat tersebut untuk mengangkut empat awak kabin yang dibutuhkan di Louisville pada keesokan harinya. United telah menawarkan kompensasi  kepada calon relawan antara lain voucer US$ 400, hotel menginap di Chicago, dan sebuah voucher US$ 800. Namun ketika tidak ada satupun relawan yang mau, manajer United Airlines mengumumkan penumpang akan dipilih secara acak untuk mengosongkan tempat duduk mereka. Tiga orang yang terpilih untuk turun dari pesawat telah menyetujui hal tersebut, namun seorang pria berumur 69 tahun yang bernama David Dao dan diyakini merupakan seorang dokter enggan untuk turun dipesawat dengan alasan dia harus pulang pada hari itu. Namun staff United Airlines memaksa dan menyeret orang tersebut untuk turun dari pesawat dengan kejam. Hal tersebut pun membuat para penumpang tidak nyaman dan protes karena petugas memperlakukan David Dao dengan tidak manusiawi. Mereka menariknya sepanjang koridor pesawat hingga keluar dari pesawat, tapi selang beberapa menit, David kembali dengan darah di wajahnya dan berteriak bahwa ia ingin segera pulang dan tidak mau turun dari pesawat. Pada akhirnya David tetap turun dari pesawat tersebut dan perjalanan dilanjuntkan ke tempat tujuan walau terlambat dua jam dari jadwal keberangkatan. Kejadian ini telah direkam oleh sebagian besar penumpang dipesawat tersebut dan diunggah ke salah satu media social, yaitu Facebookdan viral dengan cepat.  Setelah pesawat United Airlines mendarat di Louisville, pada minggu malam mereka kemudian menjelaskan kepada media soal apa yang terjadi pesawat 3411 dengan menyatakan bahwa “Penerbangan 3411 dari Chicago ke Louisville padat. Setelah tim kami mencari relawan, satu pelanggan menolak untuk meninggalkan pesawat secara sukarela, dan petugas meminta untuk ke pintu. Kami meminta maaf atas situasi overbook atau kelebihan penumpang. Rincian lebih lanjut soal pemindahan penumpang diserahkan kepada pihak berwenang.” Dan pada keesokan harinya, yaitu pada tanggal 10 April 2017, United mulai menanggapi keluhan penumpang akibat video yang telah viral mengenai insiden tersebut dan pada pukul 11.27 CEO dari United Airlines Oscar Munoz merespons apa yang terjadi di pesawat United penerbangan 3411 dan meminta maaf atas kejadian yang terjadi, namun sayangnya pada malam hari CEO United mengirimkan pesan kepada seluruh staffnya dan mengatakan bahwa langkah yang ditempuh oleh awak kabin ini sejalan dengan penanganan penumpang yang dianggap "mengganggu dan membuat rusuh" dengan maskapai. Munoz menggariskan bahwa langkah para krunya itu sudah sesuai dengan prosedur penerbangan Lousville yang berlaku.

Dapat dilihat dari insiden ini bahwa PR dari United Airlines bergerak cepat dan langsung berkomunikasi dengan media mengenai apa yang sebenarnya terjadi di dalam pesawat 3411, setelah pesawat tersebut mendarat di tempat tujuan. Mereka juga mengeluarkan press release pada tanggal 10 April 2017 untuk menyatakan permintaan maafnya dari CEO United Airlines dan menjelaskan dengan baik kepada para customer bahwa insiden tersebut terjadi pelanggan menolak untuk meninggalkan pesawat itu. Namun hal yang mengecewakan terjadi saat sang CEO mengirimkan  pesan kepada karyawannya bahwa mereka sudah mengikuti standar yang berlaku dan menyatakan bahwa penumpang tersebut telah mengganggu dan membuat rusuh didalam pesawat karena tidak dapat diajak berkooperasi dengan mereka. Pada akhirnya CEO United Airlines mengadakan wawancara eksklusif dengan stasiun TV ABC dan memberi penjelasan mengenai hal yang telah terjadi pada tanggal 12 April 2017. United Airlines juga melakukan perubahan terhadap kebijakan mereka setelah melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap kebijakan dan prosedurnya akibat insiden pemindahan pelanggan secara paksa dari United Express Flight 3411 pada tanggal 9 April.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis membuat penelitian yang berjudul “Analisis Manajemen Krisis PR United Airlines dalam Menangani Kasus Penurunan Penumpang Secara Paksa”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui manajemen krisis yang dilakukan oleh Public Relations United Airlines dalam menangani krisis akibat insiden penurunan penumpang secara paksa dengan metode penelitian Studi Kasus.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, rumusan masalah yang akan dikaji pada penelitian ini adalah:
“Bagaimana manajemen krisis PR United Airlines dalam menangani kasus penurunan penumpang secara paksa?”

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis manajemen krisis PR United Airlines dalam menangani kasus penurunan penumpang secara paksa.

          1.4        Manfaat Penelitian
          1.4.1  Manfaat Akademis
Manfaat akademis dari penelitian ini adalah:
1.            Sebagai kontribusi dan pengayaan ilmu komunikasi dalam bidang Public Relations dengan pendekatan Studi Kasus.
2.            Menambah wawasan bagi mahasiswa mengenai cara melakukan manajemen krisis oleh praktisi Public Relations dalam suatu perusahaan.

1.4.2  Manfaat Praktis

1.            Memberikan pandangan bagi perusahaan lain bahwa pentingnya untuk menangani krisis dengan cepat.
2.         Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk United Airlines ataupun maskapai penerbangan lainnya dalam menangani manajemen krisis penurunan penumpang secara paksa atau pun kasus yang serupa.




BAB II
KERANGKA TEORITIS

1.1         Hasil Penelitian Sebelumnya
Penelitian mengenai manajemen krisis telah banyak dilakukan sebelumnya, berikut merupakan beberapa penelitian terdahulu yang sejenis dengan penelitian ini. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya.

Rujukan penelitian yang pertama adalah penelitian yang disusun oleh Ocha Witnesteka Miela Putra program studi Hubungan Masyarakat fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia yang berjudul MANAJEMEN KRISIS PT. LION MENTARI AIRLINES DALAM MENANGANI BERITA BERITA NEGATIF DI MEDIA MASSA (KASUS: MASKAPAI SERING DELAYED DAN PILOT SABU). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan metodologi konstruktivis, kualitatif, deskriptif, dan wawancara. Pada penelitian ini menggunakan teori Strategi Humas,Manajemen Krisis. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis langkah langkah PT. Lion Mentari Airlines menangani krisis yang berasal dari pemberitaan negative di media massa. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Lion Air memiliki dua pemahaman krisis, yaitu krisis komunikasi dan krisis accident. Dalam manajemen krisis yang dilakukan oleh PT Lion Mentari Airlines, Humas Lion Air secara garis besar telah melaksanakan konsep konsep strategi humas dalam manajemen krisis menurut Mcelearth, yaitu: Pendalaman fakta, perencanaan, mengambil tindakan dan berkomunikasi. Langkah langkah Humas Lion Air dalam mengelola krisis sesuai dengan konsep pengelola krisis menurut Angela Muray dan Silih Agung Wasesa, yaitu dengan pendalaman data dan fakta tentang penyebab delay dan kebenaran pilot Lion Air menggunakan narkoba, membuat batasan isu dengan menahan tanggapan perusahaan yang pihak media ajukan selama pihak perusahaan menunggu keputusan proses hokum dan menggunakan press release sementara dan menunjuk spokeperson untuk mewakili perusahaan dalam menyampaikan informasi kepada publik.

Rujukan yang kedua adalah penelitian yang disusun oleh Imas Ayu Prafitri Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret yang berjudul STRATEGI MANAJEMEN KRISIS HUMASDA PT KERETA API (PERSERO) DAOP I JAKARTA (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Manajemen Krisis di PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta dalam Kecelakaan KRL Pakuan Ekspres 221 dengan KRL Ekonomi 549 di Bogor Agustus 2009). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis langkah langkah Humasda PT Kereta Api (PERSERO) DAOP 1 Jakarta menangani krisis yang terjadi setelah kecelakaan Kecelakaan KRL Pakuan Ekspres 221 dengan KRL Ekonomi 549 di Bogor Agustus 2009. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Sebelum memahami betul permasalahan yang terjadi, maka mustahil sebuah krisis bisa diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, identifikasi krisis secara rinci dan detail mengenai kronologis kejadian harus dijabarkan dan dipahami betul sebelum melakukan penanganan selanjutnya. Strategi komunikasi yang dijalankan oleh humasda adalah melakukan Research, lalu perencanaan (Planning), penggiatan (Action) dari perencanaan program yang telah disusun, dan penilaian (Evaluation) dari hasil kegiatan yang telah dilaksanakan. Lalu Strategi Manajemen Krisis Humasda PT. KA (Persero) Daop I Jakarta, yaitu: Pertama, Scenario Development, yaitu perusahaan melakukan identifikasi krisis atau biasa disebut dengan fact finding, Kedua, Preparation, yaitu dengan melakukan pembagian tugas masingmasing personal tim humasda, Ketiga, Monitoring atau pemantauan yang efektif terhadap pemberitaan media, tugas ini dilaksanakan oleh staf internal di kantor humasda, Keempat, Networking karena tidak dapat dipungkiri perusahaan membutuhkan mitra yang dapat memberikan dukungan, baik organisasi atau perusahaan umum, Kelima, Focusing, perusahaan dituntut untuk fokus terhadap permasalahan atau krisis yang sedang terjadi ini, Keenam, Implement A Plan, setelah menerapkan langkah-langkah di atas, maka perusahaan dapat menerapkan manajemen krisis sesegera mungkin dan secara efektif yang dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu penanggulangan dan penanganan kerusakan, manajemen yang proaktif, dan pemulihan citra.


Pada rujukan pertama dan kedua, terdapat persamaan dengan penelitian ini, yaitu membahas tentang manajemen krisis dalam suatu perusahaan transportasi. Objek penelitian pada rujukan pertama pun sama yaitu membahas tentang maskapai penerbangan. Akan tetapi perbedaannya penelitian ini membahas tentang kasus penurunan penumpang secara paksa, sedangkan rujukan pertama membahas tentang kasus delay pesawat dan pilot yang menggunakan narkoba, dan rujukan kedua membahas tentang kecelakaan yang terjadi pada KRL atau kereta rel listrik.

Tabel 1
Tabel Penelitian Sebelumnya
No.
Peneliti
Judul
Teori
Metodologi
Hasil Penelitian
1.
Ocha Witnesteka Miela Putra
MANAJEMEN KRISIS PT. LION MENTARI AIRLINES DALAM MENANGANI BERITA BERITA NEGATIF DI MEDIA MASSA (KASUS: MASKAPAI SERING DELAYED DAN PILOT SABU)
Teori Strategi Humas, Teori Manajemen Crisis
Metodologi Konstruktivis, Kualitatif, Deskriptif, dan Wawancara
Bahwa Lion Air memiliki dua pemahaman krisis, yaitu krisis komunikasi dan krisis accident. Dalam manajemen krisis yang dilakukan oleh PT Lion Mentari Airlines, Humas Lion Air secara garis besar telah melaksanakan konsep konsep strategi humas dalam manajemen krisis menurut Mcelearth, yaitu: Pendalaman fakta, perencanaan, mengambil tindakan dan berkomunikasi. Langkah langkah Humas Lion Air dalam mengelola krisis sesuai dengan konsep pengelola krisis menurut Angela Muray dan Silih Agung Wasesa, yaitu dengan pendalaman data dan fakta tentang penyebab delay dan kebenaran pilot Lion Air menggunakan narkoba, membuat batasan isu dengan menahan tanggapan perusahaan yang pihak media ajukan selama pihak perusahaan menunggu keputusan proses hokum dan menggunakan press release sementara dan menunjuk spokeperson untuk mewakili perusahaan dalam menyampaikan informasi kepada publik
2.
Imas Ayu Prafitri
STRATEGI MANAJEMEN KRISIS HUMASDA PT KERETA API (PERSERO) DAOP I JAKARTA (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Manajemen Krisis di PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta dalam Kecelakaan KRL Pakuan Ekspres 221 dengan KRL Ekonomi 549 di Bogor Agustus 2009)
Teori Manajemen PR
Deskriptif,
Kualitatif
Sebelum memahami betul permasalahan yang terjadi, maka mustahil sebuah krisis bisa diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, identifikasi krisis secara rinci dan detail mengenai kronologis kejadian harus dijabarkan dan dipahami betul sebelum melakukan penanganan selanjutnya. Strategi komunikasi yang dijalankan oleh humasda adalah melakukan Research, lalu perencanaan (Planning), penggiatan (Action) dari perencanaan program yang telah disusun, dan penilaian (Evaluation) dari hasil kegiatan yang telah dilaksanakan

1.1         Teori Utama
1.1.1     Teori Manajemen Krisis

Menurut K. Fearn-Banks, mendefinisikan krisis sebagai “Suatu kejadian penting dengan hasil akhir cenderung negatif yang berdampak baik terhadap sebuah organisasi, perusahaan atau industri, maupun terhadap publik, produk, servis atau reputasinya”. Biasanya sebuah krisis mengganggu transaksi normal dan kadang mengancam kelangsungan hidup atau keberadaan organisasi.

Sedangkan C.G. Linke melihat krisis sebagai ketidaknormalan dari konsekuensi negatif yang meng-ganggu operasi sehari-hari sebuah organisasi. Menurutnya, sebuah krisis akan berakibat pada adanya kematian, menurunnya kualitas kehidupan dan menurunnya reputasi perusahaan.

Dalam kamus Webster, krisis didefinisikan sebagai “suatu titik balik untuk menuju keadaan lebih baik atau lebih buruk”. Jadi dari suatu situasi ini, perusahaan dapat menjadi lebih baik atau lebih buruk. Contoh perusahaan yang menjadi lebih baik setelah krisis adalah Johnson & Johnson yang berhasil mengatasi kasus racun sianida dalam Tylenol, salah satu produk obat sakit kepala unggulannya sehingga reputasi perusahaannya justru terangkat.

Sebuah krisis dapat menjadikan organisasi menjadi lebih baik atau lebih buruk sangat tergantung pada bagaimana pihak manajemen mempersepsi dan kemudian merespon situasi tersebut atau sangat tergantung pada pandangan, sikap dan tindakan yang diambil terhadap krisis tersebut.

Linke mengelompokkan krisis dalam empat jenis berdasarkan jangka waktu terjadinya serta antisipasi yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen dalam menghadapi krisis yaitu : (Linke, 1989 p. 167)
1.            The exploding crisis, krisis ini adalah sesuatu yang terjadi diluar kebiasaan, misalnya : kebakaran, kecelakaan kerja atau peristiwa yang dengan mudah dapat dikategorikan dan dikenali yang mempunyai dampak langsung.
2.            The immediate crisis, yaitu sebuah kejadian yang mungkin membuat pihak manajemen terkejut, tetapi masih ada waktu untuk mempersiapkan respon dan antisipasi terhadap krisis tersebut. Misalnya : pengumuman pemerintah tentang ambang batas pencemaran, adanya skandal kerja.
3.            The building crisis, yaitu sebuah krisis yang sedang dalam proses dan antisipasi. Krisis ini dapat dirasakan kedatangannya oleh pihak manajemen sehingga pihak manajemen sudah mempunyai antisipasi. Misalnya negosiasi dengan buruh.
4.             The continuing crisis, yaitu masalah kronis yang dialami suatu lembaga dan memerlukan waktu yang panjang untuk muncul menjadi sebuah krisis dan bahkan mungkin tidak dikenali sama sekali, misalnya masalah isu keamanan.

Menurut Steven Fink, seorang konsultan krisis dari Amerika mengembangkan konsep anatomi krisis yang dibagi atas empat tahap. Tahap-tahap tersebut saling berhubungan dan membentuk siklus. Lamanya masing-masing tahap tersebut tergantung pada sejumlah variabel. Terkadang keempat tahap berlangsung singkat, tetapi ada kalanya membutuhkan waktu berbulan-bulan. Misalnya jenis bahaya, usia perusahaan, kondisi perusahaan, ketrampilan manajer, dan sebagainya.

Dalam buku Crisis Public Relations (2009) MELLY MAULIN PURWANINGWULAN, S. Sos.,M. Si., (PUBLIC RELATIONS DAN MANAJEMEN KRISIS, Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No. 2), ada lima tahapan dalam siklus hidup krisis yang harus dikenal dan dipa-hami adalah sebagai berikut:
1. Tahap pre-crisis (sebelum krisis)
Tahap ini adalah kondisi sebelum sebuah krisis muncul. Benih krisis sudah ada seningga jika muncul suatu kesalahan yang kecil saja, krisis dapat terjadi. Benih yang mulai timbul pada tahap ini biasanya tidak diperhatikan karena beberapa aspek dalam perusahaan memang penuh re-siko.Selain itu perusahaan tidak mempunyai perencanaan menghadapi krisis.
2. Tahap warning (peringatan)
Tahap ini dianggap sebagai salah satu tahap yang paling penting dalam daur hidup krisis. Di dalamnya, suatu masalah untuk pertama kalinya dikenali,dapat dipe-cahkan, diakhiri selamanya atau dibiarkan berkembang menuju kepada kerusakan yang menyeluruh.Krisis dapat dengan mu-dah muncul pada tahap ini karena ketaku-tan menghadapi badai atau masalah dan menganggapnya tidak ada. Reaksi yang umun terjadi pada tahap ini adalah kaget, menyangkal dan pura-pura merasa aman.
3. Tahap acute (akut)
Pada tahap ini krisis mulai terben-tuk, media dan publik mulai mengetahui adanya masalah. Jika krisis sudah sampai pada tahap ini,perusahaan tidak dapat ber-diam diri karena sudah mulai menimbilkan kerugian. Saat inilah berbagai dokumen dan modul untuk menghadapi krisis harus dike-luarkan dan digunakan.Saat-saat seperti ini dapat diketahui, apakah para staf telah dibekali pengetahuan mengenai mana-jemen krisis atau tidak.Jika tidak maka su-dah terlambat bagi manajemen untuk me-mulai dan menyelesaikan masalahnya.
4. Tahap clean-up (pembersihan)
Saat masalah melewati tahap warn-ing tampa diselesaikan maka kerusakan perusahaan mulai timbul. Inilah waktunya untuk memulihkan perusahaan dari kerugian. Setidaknya menyelamatkan apa saja yang tersisa, baik sisa produk (jika dapat diaplikasikan), reputasi, citra perusa-haan, kinerja, dan lini produksi. Saat pemuli-han, perusahaan harus menghadapi hal-hal yang terkait dengan hukum, media, tekanan publik, dan litigasi. Tetapi hikmah yang da-pat diambil yaitu perusahaan dapat melihat bagaimana suatu krisis akan timbul, bagai-mana menghadapi krisis, dan memastikan krisis tidak akan pernah terulang lagi.
5. Tahap post-crisis (sesudah krisis)
Inilah tahap yang telah disebutkan sebelumnya, yakni perusahaan seharusnya bereaksi saat suatu krisis muncul ke tahap warning. Jika sejak awal tidak dihentikan, krisis akan terjadi. Namun, jika perusahaan dapat memenangkan kemabali keper-cayaan publik dan dapat beroperasi kembali dengan normal maka secara formal dapat dikatakan krisis telah berakhir.

Untuk menangani krisis dalam suatu perushaan, hal yang harus dilakukan oleh seorang praktisi public relations adalah menjalankan manajemen krisis. Berikut adalah langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam menangani krisis (Kasali, 1994 p. 231-233):

1.             Identifikasi Krisis
Jika krisis sudah terjadi, maka perusahaan harus mengidentifikasi sumber dari krisis untuk mengetahui apa yang menyebabkan krisis tersebut.
Untuk mengidentifikasi krisis, perusahaan bisa menghubungi pihak-pihak lain di luar perusahaan seperti para ilmuwan di universitas, para akademisi, futurolog atau pengamat, dan konsultan. Identifikasi penyebab krisis ini tentu akan mempengaruhi pendekatan penanganan krisis. Apakah sebabnya karena faktor teknis atau ekonomis, atau karena sebab faktor manusia/ organisasi/ sosial.
Dalam peneiltian ini, pihak kehumasan United Airlines telah mengidentifikasi dan menganalisis krisis ini secara cepat dikarenakan adanya kesalahan pihak internal yang membutuhkan kursi bagi para crewnya agar mereka bisa melakukan penerbangan untuk jadwal keesokan harinya, sedangkan pesawat tersebut telah mengalami full booking.
2.            AnalisisKrisis
Sebelum melakukan komunikasi, seorang praktisi Public Relations diharuskan melakukan analisis atas masukan yang diperoleh setelah melakukan proses identifikasi.
Sebelum menentukan apa yang akan dilakukan untuk menangani kasus ini, maka humas United Airlines melakukan analisis bagaimana krisis ini dapat terjadi. Krisis United Airlines ini terjadi dikarenakan adanya kekerasan yang terjadi kepada salah seorang penumpang bernama David Dao yang tidak menginginkan untuk turun dari pesawat namun ia diseret secara paksa oleh pihak keamanan United Airlines dan Bandara untuk turun dari pesawat dengan tindak kekerasan yang menyebabkan David mengalami pendarahan di bagian wajahnya dan telah terjadi penyeretan disepanjang koridor pesawat sehingga kejadian tersebut membuat penumpang lainnya geram dan tidak terima dengan perlakuan kasar dari pihak United Airlines, ada pun juga penumpang yang merekam kejadian dipesawat tersebut dan mengunggahnya di social media Facebook.
3.            IsolasiKrisis
Krisis adalah penyakit. Kadang bisa juga berarti lebih dari sekadar penyakit biasa — ia adalah penyakit menular. Untuk mencegah krisis menyebar luas ia harus diisolasi, dikarantinakan sebelum tindakan serius dilakukan. Maksud dari isolasi ini adalah dengan mengasingkan hal yang terjadi agar tidak menyebar atau merembet kedalam hal-hal lain nya sehingga menyebabkan krisis yang lebih besar.
Dalam tahapan ini, pihak United Airlines tidak dapat mengisolasi krisis karena berita penyeretan penumpang secara paksa oleh pihak United Airlines telah menyebar dengan cepat di dunia maya dan banyak orang yang langsung mengetahui masalah tersebut.

4.            MemilihStrategi
Sebelum mengambil langkah-langkah komunikasi untuk mengendalikan krisis, perusahaan perlu melakukan penetapan strategi generik yang akan diambil. Ada 3 strategi generik untuk menangani krisis, yakni:
a. Defensive Strategy (Strategi Defensif).
Langkah-langkah yang diambil meliputi hal-hal seperti:
- Mengulur waktu
- Tidak melakukan apa-apa (not in action atau low profile), dan
- Membentengi diri dengan kuat (stone walling)
b. Adaptive Strategy (Strategi Adaptif).
Langkah-langkah yang diambil menca­kup hal-hal yang lebih luas, seperti:
- Mengubah kebijakan
- Modifikasi operasional
- Kompromi
- Meluruskan citra
c. Dynamic Strategy (Strategi Dinamis).
Strategi ini sudah bersifat agak makro dan dapat mengakibatkan berubahnya karakter perusahaan. Pilihannya ada­lah: merger dan akuisisi, investasi baru, menjual saham, meluncurkan produk baru/menarik peredaran produk lama, menggandeng kekuasaan, melempar isu baru untuk mengalihkan perhatian.
Dalam kasus krisis United Airlines, pihak humas United Airlines memilih untuk melakukan strategi Adaptif yaitu setelah pesawat dengan nomor penerbangan 3411 tiba ditempat tujuan, pihak United Airlines langsung melakukan konfirmasi kepada media terhadap hal yang terjadi, mereka juga mengeluarkan press release pada tanggal 10 April 2017 untuk menyatakan permintaan maafnya dari CEO United Airlines dan menjelaskan dengan baik kepada para customer bahwa insiden tersebut terjadi pelanggan menolak untuk meninggalkan pesawat itu. CEO United Airlines juga telah mengadakan wawancara eksklusif dengan stasiun TV ABC dan memberi penjelasan mengenai hal yang telah terjadi pada tanggal 12 April 2017 untuk meluruskan citra mereka. United Airlines juga melakukan perubahan terhadap kebijakan mereka setelah melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap kebijakan dan prosedurnya akibat insiden pemindahan pelanggan secara paksa dari United Express Flight 3411 pada tanggal 9 April.
1.            ProgramPengendalian
Program pengendalian adalah langkah penerapan yang dilakukan menuju strategi generik yang dirumuskan. Umumnya strategi generik dapat dirumuskan jauh-jauh hari sebelum krisis timbul, yakni sebagai guidance agar para eksekutif bisa mengambil langkah yang pasti. Berbeda dari strategi generik, program pengen­dalian biasanya disusun di lapangan ketika krisis muncul.
Program pengendalian yang dilakukan pihak humas United Airlines adalah dengan langsung mengeluarkan press release pada keesokan harinya setelah kejadian tersebut untuk meminta maaf atas kasus yang terjadi. 
2.            Implementasi
Implementasi strategi adalah penerapan strategi yang telah ditetapkan kedalam perusahaan (beserta cabang), industri (gabungan usaha sejenis), komunitas, divisi-divisi perusahaan.
Implementasi dalam kasusk krisis United Airlines adalah dengan menjalankan kebijakan dan prosedur baru yang telah mereka buat setelah insiden pemindahan pelanggan secara paksa dari United Express Flight 3411 pada tanggal 9 April 2017 bagi seluruh penerbangan United Airlines.
1.1         Teori Pendukung
1.11.    Teori Etika Public Relations
James E. Grunig telah mendefinisikan etika sebagai sesuatu yang seringkali dipertukarkan dengan moral dan nilai karena pertanyaan terkait etika secara umum merujuk pada apa yang baik secara moral atau apa yang seharusnya dinilai. Moral merujuk pada tradisi kepercayaan yang telah ada selama beberapa tahun atau beberapa abad dalam sebuah masyarakat yang menekankan pada apa yang benar dan apa yang salah. Sementara itu, nilai merujuk pada kepercayaan tentang suatu obyek atau ide yang dipandang penting. Karena itu, lanjut Grunig, kita mempelajari etika untuk menentukan bagaimana untuk membuat penilaian moral dan penilaian nilai.
Para ahli filsafat mendefinisikan etika sebagai sebuah studi moral tentang apa yang dipandang benar dan apa yang dipandang salah yang mana dibatasi oleh kemampuan manusia dalam memberikan alasan. Keputusan yang kita ambil hanya dipandang baik oleh manusia manakala kita memiliki kemampuan dalam memberikan alasan.

Dari pengertian etika di atas, terutama yang dirumuskan oleh para ahli filsafat, dalam kaitannya dengan public relations, maka kita perlu dapat mengaplikasikan aspek-aspek filsafat dari etika secara aktual. Karena itu, Patricia J. Parsons dalam bukunya Ethics in Public Relations A Guide to Best Practice (2008 p. 9) kemudian mendefinisikan Etika Public Relations sebagai:
“ … aplikasi dari pengetahuan, pengertian, dan penalaran terhadap pertanyaan tentang perilaku benar atau salah dalam praktik profesional public relations”.

Menurut James E. Grunig, para profesional public relations seringkali dihadapkan pada upaya untuk menanggulangi berbagai permasalahan etika sebagai individu yang membuat keputusan tentang kehidupan profesional mereka. Para profesional Public Relations juga harus memberikan pelayanan sebagai konsultan untuk membantu sebuah organisasi agar memiliki cara-cara yang etis, bertanggung jawab, dan keberlanjutan. Dengan demikian, etika Public Relations menekankan pada implikasi-implikasi etis dari berbagai strategi dan taktik yang diterapkan untuk mengatasi masalah yang dihadapi public relations dan komunikasi dari sebuah organisasi.

Kode etik profesi humas merupakan standar moral atau piagam moral, yang memuat prinsip-prinsip dasar dan patokan kode perilaku baik secara individual sebagai penyandang profesi humas maupun secara fungsi atau peranan dalam organisasi.

Tujuan etika dalam public relations:
1.            Memberikan kerangka dalam memahami isu-isu etis yang penting di bidang hubungan masyarakat dan komunikasi perusahaan saat ini dan dimasa depan.
2.            Membantu mengembangkan sikap yang mendukung konsep etika sebagai kunci profesionalisme dan kredibilitas dilapangan.

Sebagai standar moral, kode etik profesi humas mempunyai arti:
·                     Sebagai pedoman etis bagi pelakunya.
·                     Proses pelaksanaan fungsi kehumasan.

Berpedoman pada kode etik IPRA, secara garis besar standar moral itu mencakup butir-butir sebagai berikut: Kode perilaku, Kode moral, Menjunjung tinggi standar moral, Memiliki kejujuran yang tinggi, Mengatur secara etis mana yang boleh diperbuat dan tidak boleh diperbuat humas.
1.4  Konsep
Kerangka Konsep:
Analisis Manajemen Krisis PR United Airlines dalam Menangani Kasus Penurunan Penumpang Secara Paksa

BAB III
METODOLOGI

3.1         Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian dengan pendekatan kualitatif menjelaskan fenomena-fenomena dengan mengumpulkan data selengkap lengkapnya. Dengan penelitian kualitatif, peneliti berusaha membangun makna tentang suatu fenomena berdasarkan pandangan pandangan dari para pastisipan (Creswell, 2009 p. 28). (Mulyana, 2008 p. 151) menjelaskan bahwa Penelitian kualitatif yaitu penelitian dengan menggunakan metode ilmiah untuk mengungkapkan suatu fenomena dengan cara mendeskripsikan data dan fakta melalui kata-kata secara menyeluruh terhadap subjek penelitian. Alasan peneliti menggunakan metode kualitatif karena dalam penelitian ini berusaha untuk memahami penanganan manajemen krisis oleh pihak United Airlines dengan mengumpulkan data dan fakta selengkap lengkapnya terhadap subjek penelitian serta membangun makna dari manajemen krisis tersebut berdasarkan pandangan pandangan dari para pastisipan.

Penelitian ini menggunakan Studi Kasus sehingga menggunakan observasi lapangan. Menurut Bogdan dan Biklen (1982) Studi Kasus merupakan pengujian secara rinci terhadap suatu latar atau satu orang subjek atau suatu tempat penyimpanan dokumen atau suatu peristiwa tertentu. Feagin, Orum, & Sjoberg menyatakan bahwa studi kasus adalah metode penelitian yang bersifat multi-perspectival analyses, yaitu peneltiian yang membutuhkan adanya analisa dari berbagai sudut pandang dan bukan berfokus pada individu yang menjadi objek penelitian saja. Peneliti menggunakan metode studi kasus karena penelitian ini melakukan analisa dengan memperhatikan beberapa sudut pandang dan melakukan pengujian dengan rinci mengenai manajemen krisi yang dilakukan oleh pihak United Airlines dalam menangani kasus penyeretan penumpang secara paksa dari dalam pesawat United Airlines dengan nomor penerbangan 3411 dari bandara Chicago O'Hare menuju  Louisville pada 9 April 2017 dalam penelitian ini. Berdasarkan buku One Stop Qualitative Research Methodology in Communication (Pambayun, 2013. p 248), menjelaskan bahwa karakteristik penelitian studi kasus (Denscombe 2007) dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.    Menyoroti Satu Peristiwa.
Studi Kasus sebagai metode yang digunakan untuk menelaah peristiwa secara mendalam, maka studi kasus haruslah menyoroti satu peristiwa yang menjadi kajian utama.
2.    Penelaahan Mendalam.
Penelaahan mendalam merupakan cirri khas studi kasus secara umum dan pedalaman pemahaman penulis terhadap kasus merupakan instrument kunci pada studi kasus.
3.    Fokus Kepada Hubungan Antara Aspek Kasus Dan Proses.
Penelaahan dapat dilakukan dengan mencoba memecah kasus kedalam beberapa aspek yang kemudian dicari kaitannya. Pemahaman peneliti terhadap kronologi suatu peristiwa atau kejadian kasus akan sangat menentukan kedalaman studi yang dilakukan.
4.    Setting Alamiah.
Ini merupakan karakteristik dari semua penelitian kualitatif. Artinya, peneliti tidak akan memanipulasi objek studi (kasus). Peneliti hanya akan bertindak sebagai peminyak tatkala kasus yang dipelajari sedang terjadi.
5.    Penggunaan Beberapa Sumber Dan Metode.
Tahap ini ditujukan untuk memperkuat keabsahan data dan sebagai acuan utama  agar adanya variasi dalam memperoleh data.

Langkah – langkah dalam melakukan Studi Kasus, yaitu:
a. Pemilihan kasus: dalam pemilihan kasus hendaknya dilakukan dengan memiliki tujuan dan bukan secara acak. Kasus dapat dipilih oleh peneliti dengan menentukan objek seperti orang, lingkungan, program, proses, dan masyarakat atau unit sosial.
b. Pengumpulan data: terdapat beberapa teknik dalarn pengumpulan data, tetapi yang sering dipakai dalarn penelitian studi kasus adalah observasi, wawancara, dan analisis dokumentasi.
c. Analisis data: setelah data terkumpul peneliti dapat mulai mengagregasi, mengorganisasi, dan mengklasifikasi data menjadi unit-unit yang dapat dikelola. Agregasi merupakan proses mengabstraksi hal-hal khusus menjadi hal-hal umum guna menemukan pola umum data. Data dapat diorganisasi secara kronologis, kategori atau dimasukkan ke dalam tipologi. Analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu pengumpulan data dan setelah semua data terkumpul atau setelah selesai dan lapangan.
d. Perbaikan (refinement): meskipun semua data telah terkumpul, dalam pendekatan studi kasus hendaknya dilakukan penyempurnaan data baru terhadap kategori yang telah ditemukan. Pengumpulan data baru mengharuskan peneliti untuk kembali ke lapangan dan barangkali harus membuat kategori baru, data baru tidak bisa dikelompokkan ke dalam kategori yang sudah ada.
e. Penulisan laporan: laporan hendaknya ditulis secara komunikatif, rnudah dibaca, dan mendeskripsikan suatu gejala atau kesatuan sosial secara jelas, sehingga rnernudahkan pembaca untuk mernahami seluruh informasi penting.

3.2         Tahapan Pengumpulan Data
3.2.1     Observasi Lapangan

Penelitian ini menggunakan observasi lapangan dikarenakan menggunakan Studi Kasus. Observasi merupakan teknik pengumpulan data, dimana peneliti melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan (Riduwan, 2004 p. 104). Pada dasarnya teknik observasi digunakan untuk melihat dan mengamati perubahan fenomena–fenomena social yang tumbuh dan berkembang yang kemudian dapat dilakukan perubahan atas penilaian tersebut, bagi pelaksana observaser untuk melihat obyek moment tertentu, sehingga mampu memisahkan antara yang diperlukan dengan yang tidak diperlukan. (Margono, 2007 p. 159). Penelitian ini dimulai pada bulan Oktober 2017 dan berakhir pada Januari 2018 dengan memperhatikan langkah langkah yang dilakukan oleh team Public Relations United Airlines melakukan Manajemen Krisis dalam menangani kasus penyeretan penumpang secara paksa dari dalam pesawat United Airlines dengan nomor penerbangan 3411 dari bandara Chicago O'Hare menuju  Louisville pada 9 April 2017.

3.2.2     Wawancara
Menurut Lexy J Moleong (1991 p. 135) dijelaskan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud-maksud tertentu. Pada metode ini peneliti dan responden berhadapan langsung (face to face) untuk mendapatkan informasi secara lisan dengan tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan permasalahan penelitian.

Berdasarkan cara pengumpulan informasi atau data, maka peneliti menggunakan dua teknik pengumpulan data, yaitu wawancara mendalam (in depth interview) dan observasi non partisipan dengan pakar Public Relations yang memahami manajemen krisis dalam suatu perusahaan serta team Public Relations dari United Airlines dan konsumen yang mengetahui tentang kasus ini.

Pengertian wawancara-mendalam (In-depth Interview) menurut Sutopo (2006 p. 72) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden atau orang yang diwawncarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relative lama.

Langkah langkah wawancara menurut Lincoln dan Guba (dalam Sugiyono 2011 p. 322) terdapat beberapa langkah dalam melakukan wawancara untuk mengumpulkan data dalam penelitian kualitatif, yaitu:
1.            Menetapkan kepada siapa wawancara akan dilakukan
2.            Menyiapkan pokok masalah yang akan menjadi bahan untuk wawancara
3.            Mengawali atau membuka alur wawancara
4.            Menginformasikan hasil wawancara dan mengakhirinya
5.            Menulis hasil wawancara kedalam catatan lapangan
6.            Mengidentifikasi lebih lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan data primer dan data sekunder, sebagai berikut:

Dalam penelitian ini, data primer yang digunakan adalah dengan wawancara mendalam dengan pakar Public Relations yang memahami manajemen krisis dalam suatu perusahaan serta team Public Relations dari United Airlines dan konsumen yang mengetahui tentang kasus ini. Sedangkan, data sekunder dalam makalah ini diperoleh dari jurnal, buku yang berkaitan dengan penelitian ini, website resmi United Airlines, dan internet.

·                     Data Primer
Menurut Umar (2003 p. 56), data primer merupakan data yang diperoleh langsung di lapangan oleh peneliti sebagai obyek penulisan. Metode wawancara mendalam atau in-depth interview digunakan untuk mendapatkan data dengan metode wawancara bersama narasumber yang akan diwawancarai.

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan melalui:
1.            Observasi atau pengamatan secara langsung di lokasi penelitian.
2.            Wawancara (interview) secara langsung dengan beberapa informannya yang merupakan sumber data utama dalam penelitian ini.

Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam dengan pakar Public Relations yang memahami manajemen krisis dalam suatu perusahaan serta team Public Relations dari United Airlines dan konsumen yang mengetahui tentang kasus ini.

·                     Data Sekunder
Menurut Sugiyono (2005 p. 62), data sekunder adalah data yang tidak langsung memberikan data kepada peneliti, misalnya penelitian harus melalui orang lain atau mencari melalui dokumen. Data diperoleh dengan menggunakan studi literatur yang dilakukan terhadap banyak buku dan diperoleh berdasarkan catatan yang berhubungan dengan penelitian, selain itu peneliti menggunakan data yang diperoleh dari internet.

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari jurnal, buku yang berkaitan dengan penelitian ini, website resmi United Airlines, dan internet.

Daftar Pertanyaan Wawancara:
1.    Bagaimana cara praktisi Public Relations United Airlines mengidentifikasi krisis yang terjadi?
2.    Media apa saja yang digunakan oleh praktisi Public Relations United Airlines dalam menganalisis krisis?
3.    Bagaimana reaksi Anda saat mengetahui isolasi krisis Anda gagal?
4.    Apakah menurut Anda pilihan strategi untuk menghadapi krisis ini sudah berhasil?
5.    Bagaimana cara Anda menjalankan program pengendalian krisis pada saat genting?
6.    Apakah implementasi strategi yang Anda lakukan berhasil merubah pendapat masyarakat terhadap United Airlines?
7.    Dasar etika Public Relations sangatlah penting untuk dijalankan oleh seorang praktisi Public Relations. Apa menurut Anda hal tersebut turut mempengaruhi cara menjalankan strategi saat mengalami krisis?
8.    Apakah konsep penerbangan United Airlines sudah sesuai dengan standart yang berlaku? Dan apakah hal tersebut sudah sesuai dengan ekspektasi masyarakat?
9.    Bagaimana reaksi masyarakat terhadap strategi yang Anda pilih?
10. Alat apa saja yang Anda gunakan dalam menjalankan strategi saat krisis terjadi?

3.2.3     Narasumber
Menurut Bagong Suyatna, narasumber adalah peranan dari seorang narasumber atau seorang informan dalam mengambil data yang akan digali dari orang-orang tertentu yang memiliki nilai dalam menguasai persoalan yang ingin diteliti dan mempunyai keahlian dalam berwawasan cukup.
Narasumber dalam penelitian ini adalah pakar Public Relations, team Public Relations dari United Airlines dan konsumen yang mengetahui tentang kasus ini.

3.2.4     Unit Analisis
Unit analisis adalah unit terkecil dari narasumber, misalnya kegiatan, perilaku, pemikiran, ataupun program yang dilakukan oleh narasumber dalam menangani kasus. 
Dalam penelitian ini unit analisisnya adalah program yang dilakukan oleh team Public Relations dari United Airlines dan pemikiran dari pakar Public Relations, dan konsumen yang mengetahui tentang kasus ini.

3.1         Tahap Pengambilan Sample

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling. Pengertian sengaja (purposive) di sini adalah bahwa peneliti telah menentukan responden dengan anggapan atau pendapatnya (judgement) sendiri dalam sampel penelitiannya, peneliti tahu persis siapa yang akan dipilih sebagai sampel. Untuk memperoleh informasi yang lengkap dan dalam, maka peneliti memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya.

3.2         Fokus Penelitian

Fokus penelitian dalam penelitian ini ingin mengetahui penerapan peran Public Relations dalam melakukan manajemen krisis kasus penyeretan penumpang secara paksa dari dalam pesawat United Airlines dengan nomor penerbangan 3411 dari bandara Chicago O'Hare menuju  Louisville pada 9 April 2017.

                                          Tabel 2
Objek Penelitian
Elemen



 


Evidensi
Teknik
Analisis Manajemen Krisis PR United Airlines dalam Menangani Kasus Penurunan Penumpang Secara Paksa
Manajemen Krisis:
-       Identifikasi Krisis

Perusahaan melakukan identifikasi sumber dari krisis untuk mengetahui apa yang menyebabkan krisis tersebut.
Observasi Lapangan, dan Wawancara Langsung
-       Analisis Krisis

Seorang praktisi Public Relations diharuskan melakukan analisis atas masukan yang diperoleh setelah melakukan proses identifikasi untuk mengetahui bagaimana krisis tersebut bisa terjadi serta kronologis dari krisis tersebut.
-       Isolasi Krisis

Mengasingkan berita krisis yang terjadi agar tidak menyebar atau merembet kedalam hal-hal lain nya sehingga menyebabkan krisis semakin membesar
-       Pilihan Strategi

Sebelum mengambil langkah-langkah komunikasi untuk mengendalikan krisis, perusahaan perlu melakukan penetapan strategi generik yang akan diambil untuk menghadapi krisis.

-       Program Pengendalian

Hal utama yang dilakukan di lapangan saat terjadi krisis untuk menghindari krisis semakin meluas dan juga memperhitungkan strategi yang telah dipilihi

-       Implementasi

Merupakan suatu tindakan untuk  mengkomunikasikan dan menerapkan strategi yang telah ditetapkan sebelumnya.
Etika Public Relations

Implikasi-implikasi etis dari berbagai strategi dan taktik yang diterapkan untuk mengatasi masalah yang dihadapi seorang praktisi Public Relations
Wawancara dan Observasi Lapangan
Konsep Penerbangan

Konsep Dasar penerapan dan pelayanan Jasa Penerbangan yang dipakai oleh pihak penerbangan dalam menjalankan perusahaan jasa penerbangan.
Studi Kasus

3.1    Tahap Analisis Data dan Representasi Data

       Dalam Lexy J. Moleong (2002 p. 103) menjelaskan bahwa analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikanya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Dalam analisis data kualitatif, Bogdan menyatakan bahwa: ” Data analysis is the proses of systematically searching and arranging the interview transcripts, fieldnotes, and other materials that you accumulate to increase your own understanding of them and to enable you to present what you have discovered to others” analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.

       Berdasarkan hal tersebut, dapat dinyatakan bahwa analisis data adalah proses mencari dan menyusun data secara sistematis dan diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

     Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan langkah teknik data kualitatif Miles and Huberman. Teknik analisa ini terbagi menjadi 4 tahap, yaitu Data Collection, Data Reduction, Data Display, dan Conclusion: Drawing/Verifying. 

3.1         Teknik Keabsahan Data
Teknik Keabsahan Data digunakan untuk mengukur sebuah validitas/validasi dan (verifikasi data) referensi dari buku. Peneliti menggunakan teknik triangulasi untuk memastikan keabsahan data. Menurut Moleong, triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian (Moleong, 2004 p. 330).

Menurut Norman K. Denkin, triangulasi meliputi empat hal, yaitu: triangulasi metode, triangulasi antar-peneliti (jika penelitian dilakukan dengan kelompok), triangulasi sumber data, dan triangulasi teori.

Triangulasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber data. Sumber data yang dipakai adalah dengan melakukan observasi lapangan, wawancara mendalam dengan pakar Public Relations yang memahami manajemen krisis dalam suatu perusahaan serta team Public Relations dari United Airlines dan konsumen yang mengetahui tentang kasus ini ,dan juga data sekunder seperti jurnal, buku yang berkaitan dengan penelitian ini, website resmi United Airlines, dan internet.

          Triangulasi Sumber Data, adalah pengumpulan data dari beragam sumber yang saling berbeda dengan menggunakan suatu metode yang sama untuk menggali kebenaran informasi tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data.


3.1         Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung selama empat bulan, yaitu dari bulan peneliti menentukan topic yang akan diteliti pada bulan Oktober 2017 hingga Januari 2018.
Lokasi penelitian ini berlangsung di Perpustakaan Kampus B London School of Public Relations.




DAFTAR PUSTAKA
Bogdan, R.C dan Biklen, S.K. 1982. Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Methods, Boston : Allyn and Bacon, Inc
Creswell, John W. 2009. Research Design 4th Edition
Kasali, Rhenald. 1994. Manajemen Public Relations, Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta : Pustaka Utama Grafiti.
Margono. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Moleong, Lexy. J. 1991. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rordakarya
Moleong, Lexy. J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Moleong, Lexy. J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya. Bandung
Mulyana, Deddy. 2010. Metodelogi Penelitian Kualitatif “Paradigma baru ilmu komunikasi dan ilmu sosial lainnya”. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Pambayun, Ellys Lestari. 2013.One Stop Qualitative Research Methodology in Communication
Parsons, Patricia J. 2008. Ethics in Public Relations A Guide to Best Practice
Purwaningwulan, Melly Maulin .2012. Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No. 2
Riduan. 2004. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Alfabeta: Bandung
Sugiyono. 2005. Statistik Untuk Penelitian. Bandung:Alfabeta
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sutopo. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS

Umar, Husein. 2003. Metodologi Penelitian Untuk Tesis dan Skripsi Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Komentar