Analisis Manajemen Krisis PR United
Airlines dalam Menangani Kasus Penurunan Penumpang Secara Paksa
PROPOSAL
SKRIPSI
Diajukan Oleh:
Nama :
Avianti
NIM : 15110190870
Konsetrasi :
Public Relations
JAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Transportasi udara pada jaman sekarang ini telah menjadi
pilihan umum bagi masyarakat yang akan berpergian jauh. Umumnya mereka memilih
transportasi udara untuk mempersingkat waktu untuk mencapai tempat tujuan,
ataupun karena memiliki harga yang murah. Sekarang ini sudah banyak maskapai
penerbangan yang ada di seluruh dunia, dan United Airlines termasuk dalam
perusahaan maskapai terbesar kedua di dunia dan maskapai penerbangan utama di
Amerika Serikat. Mereka merupakan anak perusahaan utama dari United Continental
Holdings yang berdiri pada 6 April 1926 dan mulai beroperasi pada 30 Juni 1927.
Maskapai ini berkantor pusat di Chicago, Illinois. Dengan menjadi maskapai
terbesar kedua di dunia tidak menjamin United memiliki citra yang baik, karena
kenyataannya United Airlines memiliki citra yang buruk dalam melayani customer
mereka. Jika kita mencari dalam laman pencarian di internet, maka kita akan
menemukan banyak kasus yang menimpa United Airlines, seperti complaint yang
muncul dari para customer mereka mengenai kursi pesawat yang rusak, pesawat
yang kotor, pelayanan customer service yang kurang baik, bahkan sering terjadi
kasus kelebihan penumpang dikarenakan over booking. Citra yang buruk ini
disebabkan karena kurangnya tanggapan dari pihak PR United Airlines dalam
menangani kasus keluhan yang dialami oleh customer mereka.
Namun tahun ini, United Airlines mendapatkan kecaman
keras dari dunia, dikarenakan beredarnya video yang memperlihatkan bahwa staff United
Airlines beserta petugas keamanan bandara Chicago menyeret keluar seorang
penumpang karena penumpang tersebut enggan untuk turun dari pesawat United
Airlines dengan nomor penerbangan 3411 dari bandara Chicago O'Hare menuju
Louisville pada 9 April 2017. Seperti yang dilansir oleh BBC.com pada 11
April 2017, pada kala itu, United Airlines meminta empat orang penumpang untuk
turun dari pesawat tersebut untuk mengangkut empat awak kabin yang dibutuhkan
di Louisville pada keesokan harinya. United telah menawarkan kompensasi kepada calon relawan antara lain voucer US$
400, hotel menginap di Chicago, dan sebuah voucher US$ 800. Namun ketika tidak
ada satupun relawan yang mau, manajer United Airlines mengumumkan penumpang
akan dipilih secara acak untuk mengosongkan tempat duduk mereka. Tiga orang
yang terpilih untuk turun dari pesawat telah menyetujui hal tersebut, namun
seorang pria berumur 69 tahun yang bernama David Dao dan diyakini merupakan
seorang dokter enggan untuk turun dipesawat dengan alasan dia harus pulang pada
hari itu. Namun staff United Airlines memaksa dan menyeret orang tersebut untuk
turun dari pesawat dengan kejam. Hal tersebut pun membuat para penumpang tidak
nyaman dan protes karena petugas memperlakukan David Dao dengan tidak
manusiawi. Mereka menariknya sepanjang koridor pesawat hingga keluar dari
pesawat, tapi selang beberapa menit, David kembali dengan darah di wajahnya dan
berteriak bahwa ia ingin segera pulang dan tidak mau turun dari pesawat. Pada
akhirnya David tetap turun dari pesawat tersebut dan perjalanan dilanjuntkan ke
tempat tujuan walau terlambat dua jam dari jadwal keberangkatan. Kejadian ini
telah direkam oleh sebagian besar penumpang dipesawat tersebut dan diunggah ke
salah satu media social, yaitu Facebookdan viral dengan cepat. Setelah pesawat United Airlines mendarat di
Louisville, pada minggu malam mereka kemudian menjelaskan kepada media soal apa
yang terjadi pesawat 3411 dengan menyatakan bahwa “Penerbangan 3411 dari
Chicago ke Louisville padat. Setelah tim kami mencari relawan, satu pelanggan
menolak untuk meninggalkan pesawat secara sukarela, dan petugas meminta untuk
ke pintu. Kami meminta maaf atas situasi overbook atau kelebihan penumpang.
Rincian lebih lanjut soal pemindahan penumpang diserahkan kepada pihak
berwenang.” Dan pada keesokan harinya, yaitu pada tanggal 10 April 2017, United
mulai menanggapi keluhan penumpang akibat video yang telah viral mengenai
insiden tersebut dan pada pukul 11.27 CEO dari United Airlines Oscar Munoz
merespons apa yang terjadi di pesawat United penerbangan 3411 dan meminta maaf
atas kejadian yang terjadi, namun sayangnya pada malam hari CEO United
mengirimkan pesan kepada seluruh staffnya dan mengatakan bahwa langkah yang
ditempuh oleh awak kabin ini sejalan dengan penanganan penumpang yang dianggap "mengganggu
dan membuat rusuh" dengan maskapai. Munoz menggariskan bahwa langkah para
krunya itu sudah sesuai dengan prosedur penerbangan Lousville yang berlaku.
Dapat dilihat dari insiden ini bahwa PR dari United
Airlines bergerak cepat dan langsung berkomunikasi dengan media mengenai apa
yang sebenarnya terjadi di dalam pesawat 3411, setelah pesawat tersebut
mendarat di tempat tujuan. Mereka juga mengeluarkan press release pada tanggal
10 April 2017 untuk menyatakan permintaan maafnya dari CEO United Airlines dan
menjelaskan dengan baik kepada para customer bahwa insiden tersebut terjadi
pelanggan menolak untuk meninggalkan pesawat itu. Namun hal yang mengecewakan
terjadi saat sang CEO mengirimkan pesan
kepada karyawannya bahwa mereka sudah mengikuti standar yang berlaku dan
menyatakan bahwa penumpang tersebut telah mengganggu dan membuat rusuh didalam
pesawat karena tidak dapat diajak berkooperasi dengan mereka. Pada akhirnya CEO
United Airlines mengadakan wawancara eksklusif dengan stasiun TV ABC dan memberi
penjelasan mengenai hal yang telah terjadi pada tanggal 12 April 2017. United
Airlines juga melakukan perubahan terhadap kebijakan mereka setelah melakukan
pemeriksaan menyeluruh terhadap kebijakan dan prosedurnya akibat insiden
pemindahan pelanggan secara paksa dari United Express Flight 3411 pada tanggal
9 April.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis membuat
penelitian yang berjudul “Analisis Manajemen Krisis PR United Airlines dalam
Menangani Kasus Penurunan Penumpang Secara Paksa”. Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui manajemen krisis yang dilakukan oleh Public Relations United
Airlines dalam menangani krisis akibat insiden penurunan penumpang secara paksa
dengan metode penelitian Studi Kasus.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan
sebelumnya, rumusan masalah yang akan dikaji pada penelitian ini adalah:
“Bagaimana
manajemen krisis PR United Airlines dalam menangani kasus penurunan penumpang
secara paksa?”
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis
manajemen krisis PR United Airlines dalam menangani kasus penurunan penumpang
secara paksa.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat
Akademis
Manfaat akademis dari penelitian ini adalah:
1.
Sebagai kontribusi dan pengayaan ilmu
komunikasi dalam bidang Public Relations dengan pendekatan Studi Kasus.
2.
Menambah wawasan bagi mahasiswa mengenai cara
melakukan manajemen krisis oleh praktisi Public Relations dalam suatu
perusahaan.
1.4.2
Manfaat
Praktis
1.
Memberikan pandangan bagi perusahaan lain
bahwa pentingnya untuk menangani krisis dengan cepat.
2. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk United Airlines ataupun maskapai penerbangan lainnya dalam menangani manajemen krisis penurunan penumpang secara paksa atau pun kasus yang serupa.
2. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk United Airlines ataupun maskapai penerbangan lainnya dalam menangani manajemen krisis penurunan penumpang secara paksa atau pun kasus yang serupa.
BAB
II
KERANGKA
TEORITIS
1.1
Hasil
Penelitian Sebelumnya
Penelitian mengenai
manajemen krisis telah banyak dilakukan sebelumnya, berikut merupakan beberapa
penelitian terdahulu yang sejenis dengan penelitian ini. Hal ini dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan dengan penelitian
sebelumnya.
Rujukan penelitian yang
pertama adalah penelitian yang disusun oleh Ocha Witnesteka Miela Putra program
studi Hubungan Masyarakat fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Indonesia yang berjudul MANAJEMEN KRISIS PT. LION MENTARI AIRLINES DALAM
MENANGANI BERITA BERITA NEGATIF DI MEDIA MASSA (KASUS: MASKAPAI SERING DELAYED
DAN PILOT SABU). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif
dengan metodologi konstruktivis, kualitatif, deskriptif, dan wawancara. Pada
penelitian ini menggunakan teori Strategi Humas,Manajemen Krisis. Penelitian
ini dilakukan dengan menganalisis langkah langkah PT. Lion Mentari Airlines
menangani krisis yang berasal dari pemberitaan negative di media massa. Hasil
dari penelitian ini menunjukkan bahwa Lion Air memiliki dua pemahaman krisis,
yaitu krisis komunikasi dan krisis accident. Dalam manajemen krisis yang
dilakukan oleh PT Lion Mentari Airlines, Humas Lion Air secara garis besar
telah melaksanakan konsep konsep strategi humas dalam manajemen krisis menurut
Mcelearth, yaitu: Pendalaman fakta, perencanaan, mengambil tindakan dan
berkomunikasi. Langkah langkah Humas Lion Air dalam mengelola krisis sesuai
dengan konsep pengelola krisis menurut Angela Muray dan Silih Agung Wasesa,
yaitu dengan pendalaman data dan fakta tentang penyebab delay dan kebenaran
pilot Lion Air menggunakan narkoba, membuat batasan isu dengan menahan
tanggapan perusahaan yang pihak media ajukan selama pihak perusahaan menunggu
keputusan proses hokum dan menggunakan press release sementara dan menunjuk
spokeperson untuk mewakili perusahaan dalam menyampaikan informasi kepada
publik.
Rujukan yang kedua adalah
penelitian yang disusun oleh Imas Ayu Prafitri Program Studi Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret yang berjudul
STRATEGI MANAJEMEN KRISIS HUMASDA PT KERETA API (PERSERO) DAOP I JAKARTA (Studi
Deskriptif Kualitatif tentang Manajemen Krisis di PT Kereta Api (Persero) Daop
I Jakarta dalam Kecelakaan KRL Pakuan Ekspres 221 dengan KRL Ekonomi 549 di
Bogor Agustus 2009). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif kualitatif. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis langkah
langkah Humasda PT Kereta Api (PERSERO) DAOP 1 Jakarta menangani krisis yang
terjadi setelah kecelakaan Kecelakaan KRL Pakuan Ekspres 221 dengan KRL Ekonomi
549 di Bogor Agustus 2009. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Sebelum
memahami betul permasalahan yang terjadi, maka mustahil sebuah krisis bisa diselesaikan
dengan baik. Oleh karena itu, identifikasi krisis secara rinci dan detail
mengenai kronologis kejadian harus dijabarkan dan dipahami betul sebelum
melakukan penanganan selanjutnya. Strategi komunikasi yang dijalankan oleh
humasda adalah melakukan Research, lalu perencanaan (Planning), penggiatan
(Action) dari perencanaan program yang telah disusun, dan penilaian
(Evaluation) dari hasil kegiatan yang telah dilaksanakan. Lalu Strategi
Manajemen Krisis Humasda PT. KA (Persero) Daop I Jakarta, yaitu: Pertama, Scenario Development, yaitu perusahaan melakukan
identifikasi krisis atau biasa disebut dengan fact finding, Kedua, Preparation,
yaitu dengan melakukan pembagian tugas masingmasing personal tim humasda,
Ketiga, Monitoring atau pemantauan yang efektif terhadap pemberitaan media,
tugas ini dilaksanakan oleh staf internal di kantor humasda, Keempat,
Networking karena tidak dapat dipungkiri perusahaan membutuhkan mitra yang
dapat memberikan dukungan, baik organisasi atau perusahaan umum, Kelima, Focusing,
perusahaan dituntut untuk fokus terhadap permasalahan atau krisis yang sedang
terjadi ini, Keenam, Implement A Plan, setelah menerapkan langkah-langkah di
atas, maka perusahaan dapat menerapkan manajemen krisis sesegera mungkin dan
secara efektif yang dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu penanggulangan dan
penanganan kerusakan, manajemen yang proaktif, dan pemulihan citra.
Pada rujukan pertama dan
kedua, terdapat persamaan dengan penelitian ini, yaitu membahas tentang
manajemen krisis dalam suatu perusahaan transportasi. Objek penelitian pada
rujukan pertama pun sama yaitu membahas tentang maskapai penerbangan. Akan
tetapi perbedaannya penelitian ini membahas tentang kasus penurunan penumpang
secara paksa, sedangkan rujukan pertama membahas tentang kasus delay pesawat
dan pilot yang menggunakan narkoba, dan rujukan kedua membahas tentang
kecelakaan yang terjadi pada KRL atau kereta rel listrik.
Tabel
1
Tabel
Penelitian Sebelumnya
No.
|
Peneliti
|
Judul
|
Teori
|
Metodologi
|
Hasil
Penelitian
|
1.
|
Ocha Witnesteka Miela Putra
|
MANAJEMEN KRISIS PT. LION MENTARI
AIRLINES DALAM MENANGANI BERITA BERITA NEGATIF DI MEDIA MASSA (KASUS:
MASKAPAI SERING DELAYED DAN PILOT SABU)
|
Teori
Strategi Humas, Teori Manajemen Crisis
|
Metodologi Konstruktivis, Kualitatif,
Deskriptif, dan Wawancara
|
Bahwa Lion Air memiliki dua pemahaman
krisis, yaitu krisis komunikasi dan krisis accident. Dalam manajemen krisis
yang dilakukan oleh PT Lion Mentari Airlines, Humas Lion Air secara garis
besar telah melaksanakan konsep konsep strategi humas dalam manajemen krisis
menurut Mcelearth, yaitu: Pendalaman fakta, perencanaan, mengambil tindakan
dan berkomunikasi. Langkah langkah Humas Lion Air dalam mengelola krisis
sesuai dengan konsep pengelola krisis menurut Angela Muray dan Silih Agung
Wasesa, yaitu dengan pendalaman data dan fakta tentang penyebab delay dan
kebenaran pilot Lion Air menggunakan narkoba, membuat batasan isu dengan
menahan tanggapan perusahaan yang pihak media ajukan selama pihak perusahaan
menunggu keputusan proses hokum dan menggunakan press release sementara dan
menunjuk spokeperson untuk mewakili perusahaan dalam menyampaikan informasi
kepada publik
|
2.
|
Imas Ayu Prafitri
|
STRATEGI MANAJEMEN KRISIS HUMASDA PT
KERETA API (PERSERO) DAOP I JAKARTA (Studi Deskriptif Kualitatif tentang
Manajemen Krisis di PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta dalam Kecelakaan
KRL Pakuan Ekspres 221 dengan KRL Ekonomi 549 di Bogor Agustus 2009)
|
Teori Manajemen PR
|
Deskriptif,
Kualitatif
|
Sebelum memahami betul permasalahan yang
terjadi, maka mustahil sebuah krisis bisa diselesaikan dengan baik. Oleh
karena itu, identifikasi krisis secara rinci dan detail mengenai kronologis
kejadian harus dijabarkan dan dipahami betul sebelum melakukan penanganan
selanjutnya. Strategi komunikasi yang dijalankan oleh humasda adalah
melakukan Research, lalu perencanaan (Planning), penggiatan (Action) dari
perencanaan program yang telah disusun, dan penilaian (Evaluation) dari hasil
kegiatan yang telah dilaksanakan
|
1.1
Teori
Utama
1.1.1
Teori
Manajemen Krisis
Menurut K. Fearn-Banks, mendefinisikan
krisis sebagai “Suatu kejadian penting dengan hasil akhir cenderung negatif
yang berdampak baik terhadap sebuah organisasi, perusahaan atau industri,
maupun terhadap publik, produk, servis atau reputasinya”. Biasanya sebuah
krisis mengganggu transaksi normal dan kadang mengancam kelangsungan hidup atau
keberadaan organisasi.
Sedangkan C.G. Linke melihat krisis
sebagai ketidaknormalan dari konsekuensi negatif yang meng-ganggu operasi
sehari-hari sebuah organisasi. Menurutnya, sebuah krisis akan berakibat pada
adanya kematian, menurunnya kualitas kehidupan dan menurunnya reputasi
perusahaan.
Dalam kamus Webster, krisis didefinisikan sebagai “suatu
titik balik untuk menuju keadaan lebih baik atau lebih buruk”. Jadi dari suatu
situasi ini, perusahaan dapat menjadi lebih baik atau lebih buruk. Contoh
perusahaan yang menjadi lebih baik setelah krisis adalah Johnson & Johnson
yang berhasil mengatasi kasus racun sianida dalam Tylenol, salah satu produk
obat sakit kepala unggulannya sehingga reputasi perusahaannya justru terangkat.
Sebuah krisis dapat menjadikan organisasi menjadi lebih
baik atau lebih buruk sangat tergantung pada bagaimana pihak manajemen
mempersepsi dan kemudian merespon situasi tersebut atau sangat tergantung pada
pandangan, sikap dan tindakan yang diambil terhadap krisis tersebut.
Linke mengelompokkan krisis dalam empat jenis berdasarkan
jangka waktu terjadinya serta antisipasi yang dapat dilakukan oleh pihak
manajemen dalam menghadapi krisis yaitu : (Linke, 1989 p. 167)
1.
The exploding crisis, krisis ini adalah
sesuatu yang terjadi diluar kebiasaan, misalnya : kebakaran, kecelakaan kerja
atau peristiwa yang dengan mudah dapat dikategorikan dan dikenali yang
mempunyai dampak langsung.
2.
The immediate crisis, yaitu sebuah kejadian
yang mungkin membuat pihak manajemen terkejut, tetapi masih ada waktu untuk
mempersiapkan respon dan antisipasi terhadap krisis tersebut. Misalnya :
pengumuman pemerintah tentang ambang batas pencemaran, adanya skandal kerja.
3.
The building crisis, yaitu sebuah krisis yang
sedang dalam proses dan antisipasi. Krisis ini dapat dirasakan kedatangannya
oleh pihak manajemen sehingga pihak manajemen sudah mempunyai antisipasi.
Misalnya negosiasi dengan buruh.
4.
The
continuing crisis, yaitu masalah kronis yang dialami suatu lembaga dan
memerlukan waktu yang panjang untuk muncul menjadi sebuah krisis dan bahkan
mungkin tidak dikenali sama sekali, misalnya masalah isu keamanan.
Menurut Steven Fink, seorang konsultan krisis dari
Amerika mengembangkan konsep anatomi krisis yang dibagi atas empat tahap.
Tahap-tahap tersebut saling berhubungan dan membentuk siklus. Lamanya
masing-masing tahap tersebut tergantung pada sejumlah variabel. Terkadang
keempat tahap berlangsung singkat, tetapi ada kalanya membutuhkan waktu
berbulan-bulan. Misalnya jenis bahaya, usia perusahaan, kondisi perusahaan,
ketrampilan manajer, dan sebagainya.
Dalam buku Crisis Public Relations (2009) MELLY MAULIN
PURWANINGWULAN, S. Sos.,M. Si., (PUBLIC RELATIONS DAN MANAJEMEN KRISIS, Majalah
Ilmiah UNIKOM Vol.11 No. 2), ada lima tahapan dalam siklus hidup krisis yang
harus dikenal dan dipa-hami adalah sebagai berikut:
1.
Tahap pre-crisis (sebelum krisis)
Tahap ini adalah kondisi sebelum sebuah krisis muncul.
Benih krisis sudah ada seningga jika muncul suatu kesalahan yang kecil saja,
krisis dapat terjadi. Benih yang mulai timbul pada tahap ini biasanya tidak
diperhatikan karena beberapa aspek dalam perusahaan memang penuh re-siko.Selain
itu perusahaan tidak mempunyai perencanaan menghadapi krisis.
2.
Tahap warning (peringatan)
Tahap ini dianggap sebagai salah satu tahap yang paling
penting dalam daur hidup krisis. Di dalamnya, suatu masalah untuk pertama
kalinya dikenali,dapat dipe-cahkan, diakhiri selamanya atau dibiarkan
berkembang menuju kepada kerusakan yang menyeluruh.Krisis dapat dengan mu-dah
muncul pada tahap ini karena ketaku-tan menghadapi badai atau masalah dan
menganggapnya tidak ada. Reaksi yang umun terjadi pada tahap ini adalah kaget,
menyangkal dan pura-pura merasa aman.
3.
Tahap acute (akut)
Pada tahap ini krisis mulai terben-tuk, media dan publik
mulai mengetahui adanya masalah. Jika krisis sudah sampai pada tahap
ini,perusahaan tidak dapat ber-diam diri karena sudah mulai menimbilkan kerugian.
Saat inilah berbagai dokumen dan modul untuk menghadapi krisis harus
dike-luarkan dan digunakan.Saat-saat seperti ini dapat diketahui, apakah para
staf telah dibekali pengetahuan mengenai mana-jemen krisis atau tidak.Jika
tidak maka su-dah terlambat bagi manajemen untuk me-mulai dan menyelesaikan
masalahnya.
4.
Tahap clean-up (pembersihan)
Saat masalah melewati tahap warn-ing tampa diselesaikan
maka kerusakan perusahaan mulai timbul. Inilah waktunya untuk memulihkan
perusahaan dari kerugian. Setidaknya menyelamatkan apa saja yang tersisa, baik
sisa produk (jika dapat diaplikasikan), reputasi, citra perusa-haan, kinerja,
dan lini produksi. Saat pemuli-han, perusahaan harus menghadapi hal-hal yang
terkait dengan hukum, media, tekanan publik, dan litigasi. Tetapi hikmah yang
da-pat diambil yaitu perusahaan dapat melihat bagaimana suatu krisis akan
timbul, bagai-mana menghadapi krisis, dan memastikan krisis tidak akan pernah
terulang lagi.
5.
Tahap post-crisis (sesudah krisis)
Inilah tahap yang telah disebutkan sebelumnya, yakni
perusahaan seharusnya bereaksi saat suatu krisis muncul ke tahap warning. Jika
sejak awal tidak dihentikan, krisis akan terjadi. Namun, jika perusahaan dapat
memenangkan kemabali keper-cayaan publik dan dapat beroperasi kembali dengan
normal maka secara formal dapat dikatakan krisis telah berakhir.
Untuk menangani krisis dalam suatu perushaan, hal yang harus
dilakukan oleh seorang praktisi public relations adalah menjalankan manajemen
krisis. Berikut adalah langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam menangani krisis
(Kasali, 1994 p. 231-233):
1.
Identifikasi Krisis
Jika krisis sudah terjadi, maka
perusahaan harus mengidentifikasi sumber dari krisis untuk mengetahui apa yang
menyebabkan krisis tersebut.
Untuk mengidentifikasi krisis, perusahaan
bisa menghubungi pihak-pihak lain di luar perusahaan seperti para ilmuwan di
universitas, para akademisi, futurolog atau pengamat, dan konsultan.
Identifikasi penyebab krisis ini tentu akan mempengaruhi pendekatan penanganan
krisis. Apakah sebabnya karena faktor teknis atau ekonomis, atau karena sebab
faktor manusia/ organisasi/ sosial.
Dalam
peneiltian ini, pihak kehumasan United Airlines telah mengidentifikasi dan
menganalisis krisis ini secara cepat dikarenakan adanya kesalahan pihak
internal yang membutuhkan kursi bagi para crewnya agar mereka bisa melakukan
penerbangan untuk jadwal keesokan harinya, sedangkan pesawat tersebut telah
mengalami full booking.
2.
AnalisisKrisis
Sebelum melakukan komunikasi, seorang praktisi Public Relations diharuskan melakukan analisis atas masukan yang diperoleh setelah melakukan proses identifikasi.
Sebelum melakukan komunikasi, seorang praktisi Public Relations diharuskan melakukan analisis atas masukan yang diperoleh setelah melakukan proses identifikasi.
Sebelum
menentukan apa yang akan dilakukan untuk menangani kasus ini, maka humas United
Airlines melakukan analisis bagaimana krisis ini dapat terjadi. Krisis United
Airlines ini terjadi dikarenakan adanya kekerasan yang terjadi kepada salah
seorang penumpang bernama David Dao yang tidak menginginkan untuk turun dari
pesawat namun ia diseret secara paksa oleh pihak keamanan United Airlines dan
Bandara untuk turun dari pesawat dengan tindak kekerasan yang menyebabkan David
mengalami pendarahan di bagian wajahnya dan telah terjadi penyeretan
disepanjang koridor pesawat sehingga kejadian tersebut membuat penumpang
lainnya geram dan tidak terima dengan perlakuan kasar dari pihak United
Airlines, ada pun juga penumpang yang merekam kejadian dipesawat tersebut dan
mengunggahnya di social media Facebook.
3.
IsolasiKrisis
Krisis adalah penyakit. Kadang bisa juga berarti lebih dari sekadar penyakit biasa — ia adalah penyakit menular. Untuk mencegah krisis menyebar luas ia harus diisolasi, dikarantinakan sebelum tindakan serius dilakukan. Maksud dari isolasi ini adalah dengan mengasingkan hal yang terjadi agar tidak menyebar atau merembet kedalam hal-hal lain nya sehingga menyebabkan krisis yang lebih besar.
Krisis adalah penyakit. Kadang bisa juga berarti lebih dari sekadar penyakit biasa — ia adalah penyakit menular. Untuk mencegah krisis menyebar luas ia harus diisolasi, dikarantinakan sebelum tindakan serius dilakukan. Maksud dari isolasi ini adalah dengan mengasingkan hal yang terjadi agar tidak menyebar atau merembet kedalam hal-hal lain nya sehingga menyebabkan krisis yang lebih besar.
Dalam tahapan
ini, pihak United Airlines tidak dapat mengisolasi krisis karena berita
penyeretan penumpang secara paksa oleh pihak United Airlines telah menyebar
dengan cepat di dunia maya dan banyak orang yang langsung mengetahui masalah
tersebut.
4.
MemilihStrategi
Sebelum mengambil langkah-langkah komunikasi untuk mengendalikan krisis, perusahaan perlu melakukan penetapan strategi generik yang akan diambil. Ada 3 strategi generik untuk menangani krisis, yakni:
Sebelum mengambil langkah-langkah komunikasi untuk mengendalikan krisis, perusahaan perlu melakukan penetapan strategi generik yang akan diambil. Ada 3 strategi generik untuk menangani krisis, yakni:
a. Defensive Strategy (Strategi
Defensif).
Langkah-langkah yang diambil meliputi hal-hal seperti:
- Mengulur waktu
- Tidak melakukan apa-apa (not in action atau low profile), dan
- Membentengi diri dengan kuat (stone walling)
Langkah-langkah yang diambil meliputi hal-hal seperti:
- Mengulur waktu
- Tidak melakukan apa-apa (not in action atau low profile), dan
- Membentengi diri dengan kuat (stone walling)
b. Adaptive Strategy (Strategi
Adaptif).
Langkah-langkah yang diambil mencakup hal-hal yang lebih luas, seperti:
- Mengubah kebijakan
- Modifikasi operasional
- Kompromi
- Meluruskan citra
Langkah-langkah yang diambil mencakup hal-hal yang lebih luas, seperti:
- Mengubah kebijakan
- Modifikasi operasional
- Kompromi
- Meluruskan citra
c. Dynamic Strategy (Strategi
Dinamis).
Strategi ini sudah bersifat agak makro dan dapat mengakibatkan berubahnya karakter perusahaan. Pilihannya adalah: merger dan akuisisi, investasi baru, menjual saham, meluncurkan produk baru/menarik peredaran produk lama, menggandeng kekuasaan, melempar isu baru untuk mengalihkan perhatian.
Strategi ini sudah bersifat agak makro dan dapat mengakibatkan berubahnya karakter perusahaan. Pilihannya adalah: merger dan akuisisi, investasi baru, menjual saham, meluncurkan produk baru/menarik peredaran produk lama, menggandeng kekuasaan, melempar isu baru untuk mengalihkan perhatian.
Dalam
kasus krisis United Airlines, pihak humas United Airlines memilih untuk
melakukan strategi Adaptif yaitu setelah pesawat dengan nomor penerbangan 3411
tiba ditempat tujuan, pihak United Airlines langsung melakukan konfirmasi
kepada media terhadap hal yang terjadi, mereka juga mengeluarkan
press release pada tanggal 10 April 2017 untuk menyatakan permintaan maafnya
dari CEO United Airlines dan menjelaskan dengan baik kepada para customer bahwa
insiden tersebut terjadi pelanggan menolak untuk meninggalkan pesawat itu. CEO
United Airlines juga telah mengadakan wawancara eksklusif dengan stasiun TV ABC
dan memberi penjelasan mengenai hal yang telah terjadi pada tanggal 12 April
2017 untuk meluruskan citra mereka. United Airlines juga melakukan perubahan
terhadap kebijakan mereka setelah melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap
kebijakan dan prosedurnya akibat insiden pemindahan pelanggan secara paksa dari
United Express Flight 3411 pada tanggal 9 April.
1.
ProgramPengendalian
Program pengendalian adalah langkah penerapan yang dilakukan menuju strategi generik yang dirumuskan. Umumnya strategi generik dapat dirumuskan jauh-jauh hari sebelum krisis timbul, yakni sebagai guidance agar para eksekutif bisa mengambil langkah yang pasti. Berbeda dari strategi generik, program pengendalian biasanya disusun di lapangan ketika krisis muncul.
Program pengendalian adalah langkah penerapan yang dilakukan menuju strategi generik yang dirumuskan. Umumnya strategi generik dapat dirumuskan jauh-jauh hari sebelum krisis timbul, yakni sebagai guidance agar para eksekutif bisa mengambil langkah yang pasti. Berbeda dari strategi generik, program pengendalian biasanya disusun di lapangan ketika krisis muncul.
Program
pengendalian yang dilakukan pihak humas United Airlines adalah dengan langsung
mengeluarkan press release pada keesokan harinya setelah kejadian tersebut
untuk meminta maaf atas kasus yang terjadi.
2.
Implementasi
Implementasi strategi adalah
penerapan strategi yang telah ditetapkan kedalam perusahaan (beserta cabang), industri
(gabungan usaha sejenis), komunitas, divisi-divisi perusahaan.
Implementasi
dalam kasusk krisis United Airlines adalah dengan menjalankan kebijakan dan
prosedur baru yang telah mereka buat setelah insiden pemindahan
pelanggan secara paksa dari United Express Flight 3411 pada tanggal 9 April 2017
bagi seluruh penerbangan United Airlines.
1.1
Teori
Pendukung
1.11. Teori
Etika Public Relations
James E.
Grunig telah
mendefinisikan etika sebagai sesuatu yang seringkali dipertukarkan dengan moral
dan nilai karena pertanyaan terkait etika secara umum merujuk pada apa yang
baik secara moral atau apa yang seharusnya dinilai. Moral merujuk pada tradisi
kepercayaan yang telah ada selama beberapa tahun atau beberapa abad dalam
sebuah masyarakat yang menekankan pada apa yang benar dan apa yang salah.
Sementara itu, nilai merujuk pada kepercayaan tentang suatu obyek atau ide yang
dipandang penting. Karena itu, lanjut Grunig, kita mempelajari etika untuk
menentukan bagaimana untuk membuat penilaian moral dan penilaian nilai.
Para ahli filsafat
mendefinisikan etika sebagai sebuah studi moral tentang apa yang dipandang
benar dan apa yang dipandang salah yang mana dibatasi oleh kemampuan manusia
dalam memberikan alasan. Keputusan yang kita ambil hanya dipandang baik oleh
manusia manakala kita memiliki kemampuan dalam memberikan alasan.
Dari pengertian
etika di atas, terutama yang dirumuskan oleh para ahli filsafat, dalam
kaitannya dengan public relations, maka kita perlu dapat mengaplikasikan
aspek-aspek filsafat dari etika secara aktual. Karena itu, Patricia J. Parsons
dalam bukunya Ethics in Public Relations A Guide to Best Practice (2008 p. 9)
kemudian mendefinisikan Etika Public Relations sebagai:
“ … aplikasi dari
pengetahuan, pengertian, dan penalaran terhadap pertanyaan tentang perilaku
benar atau salah dalam praktik profesional public relations”.
Menurut James E.
Grunig, para profesional public relations seringkali dihadapkan pada upaya
untuk menanggulangi berbagai permasalahan etika sebagai individu yang membuat
keputusan tentang kehidupan profesional mereka. Para profesional Public Relations juga harus memberikan
pelayanan sebagai konsultan untuk membantu sebuah organisasi agar memiliki
cara-cara yang etis, bertanggung jawab, dan keberlanjutan. Dengan demikian,
etika Public Relations menekankan
pada implikasi-implikasi etis dari berbagai strategi dan taktik yang diterapkan
untuk mengatasi masalah yang dihadapi public relations dan komunikasi dari
sebuah organisasi.
Kode etik profesi
humas merupakan standar moral atau piagam moral, yang memuat prinsip-prinsip dasar
dan patokan kode perilaku baik secara individual sebagai penyandang profesi
humas maupun secara fungsi atau peranan dalam organisasi.
Tujuan etika dalam
public relations:
1.
Memberikan kerangka dalam memahami isu-isu etis yang penting
di bidang hubungan masyarakat dan komunikasi perusahaan saat ini dan dimasa
depan.
2.
Membantu mengembangkan sikap yang mendukung konsep etika
sebagai kunci profesionalisme dan kredibilitas dilapangan.
Sebagai standar
moral, kode etik profesi humas mempunyai arti:
·
Sebagai pedoman etis bagi pelakunya.
·
Proses pelaksanaan fungsi kehumasan.
Berpedoman pada kode
etik IPRA, secara garis besar standar moral itu mencakup butir-butir sebagai
berikut: Kode perilaku, Kode moral, Menjunjung tinggi standar moral, Memiliki
kejujuran yang tinggi, Mengatur secara etis mana yang boleh diperbuat dan tidak
boleh diperbuat humas.
1.4 Konsep
Kerangka Konsep:
Analisis
Manajemen Krisis PR United Airlines dalam Menangani Kasus Penurunan Penumpang
Secara Paksa
BAB
III
METODOLOGI
3.1
Metode
Penelitian
Penelitian ini
menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian dengan pendekatan
kualitatif menjelaskan fenomena-fenomena dengan mengumpulkan data selengkap lengkapnya.
Dengan penelitian kualitatif, peneliti berusaha membangun makna tentang suatu
fenomena berdasarkan pandangan pandangan dari para pastisipan (Creswell, 2009
p. 28). (Mulyana, 2008 p. 151) menjelaskan bahwa Penelitian kualitatif yaitu
penelitian dengan menggunakan metode ilmiah untuk mengungkapkan suatu fenomena
dengan cara mendeskripsikan data dan fakta melalui kata-kata secara menyeluruh
terhadap subjek penelitian. Alasan peneliti menggunakan metode kualitatif
karena dalam penelitian ini berusaha untuk memahami penanganan manajemen krisis
oleh pihak United Airlines dengan mengumpulkan data dan fakta selengkap
lengkapnya terhadap subjek penelitian serta membangun makna dari manajemen
krisis tersebut berdasarkan pandangan pandangan dari para pastisipan.
Penelitian ini
menggunakan Studi Kasus sehingga menggunakan observasi lapangan. Menurut Bogdan
dan Biklen (1982) Studi Kasus merupakan pengujian secara rinci terhadap suatu
latar atau satu orang subjek atau suatu tempat penyimpanan dokumen atau suatu
peristiwa tertentu. Feagin, Orum, & Sjoberg menyatakan bahwa studi kasus
adalah metode penelitian yang bersifat multi-perspectival
analyses, yaitu peneltiian yang membutuhkan adanya analisa dari berbagai
sudut pandang dan bukan berfokus pada individu yang menjadi objek penelitian
saja. Peneliti menggunakan metode studi kasus karena penelitian ini melakukan
analisa dengan memperhatikan beberapa sudut pandang dan melakukan pengujian
dengan rinci mengenai manajemen krisi yang dilakukan oleh pihak United Airlines
dalam menangani kasus penyeretan penumpang secara paksa dari dalam pesawat United
Airlines dengan nomor penerbangan 3411 dari bandara Chicago O'Hare menuju
Louisville pada 9 April 2017 dalam penelitian ini. Berdasarkan buku One Stop Qualitative Research Methodology in Communication (Pambayun,
2013. p 248), menjelaskan bahwa karakteristik penelitian studi kasus (Denscombe
2007) dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Menyoroti Satu
Peristiwa.
Studi Kasus sebagai
metode yang digunakan untuk menelaah peristiwa secara mendalam, maka studi
kasus haruslah menyoroti satu peristiwa yang menjadi kajian utama.
2. Penelaahan Mendalam.
Penelaahan mendalam
merupakan cirri khas studi kasus secara umum dan pedalaman pemahaman penulis
terhadap kasus merupakan instrument kunci pada studi kasus.
3. Fokus Kepada
Hubungan Antara Aspek Kasus Dan Proses.
Penelaahan dapat
dilakukan dengan mencoba memecah kasus kedalam beberapa aspek yang kemudian
dicari kaitannya. Pemahaman peneliti terhadap kronologi suatu peristiwa atau
kejadian kasus akan sangat menentukan kedalaman studi yang dilakukan.
4. Setting Alamiah.
Ini merupakan
karakteristik dari semua penelitian kualitatif. Artinya, peneliti tidak akan
memanipulasi objek studi (kasus). Peneliti hanya akan bertindak sebagai
peminyak tatkala kasus yang dipelajari sedang terjadi.
5. Penggunaan Beberapa
Sumber Dan Metode.
Tahap ini ditujukan
untuk memperkuat keabsahan data dan sebagai acuan utama agar adanya variasi dalam memperoleh data.
Langkah – langkah
dalam melakukan Studi Kasus, yaitu:
a. Pemilihan kasus: dalam pemilihan kasus
hendaknya dilakukan dengan memiliki tujuan dan bukan secara acak. Kasus dapat
dipilih oleh peneliti dengan menentukan objek seperti orang, lingkungan,
program, proses, dan masyarakat atau unit sosial.
b. Pengumpulan data: terdapat beberapa
teknik dalarn pengumpulan data, tetapi yang sering dipakai dalarn penelitian
studi kasus adalah observasi, wawancara, dan analisis dokumentasi.
c. Analisis data: setelah data terkumpul
peneliti dapat mulai mengagregasi, mengorganisasi, dan mengklasifikasi data
menjadi unit-unit yang dapat dikelola. Agregasi merupakan proses mengabstraksi
hal-hal khusus menjadi hal-hal umum guna menemukan pola umum data. Data dapat
diorganisasi secara kronologis, kategori atau dimasukkan ke dalam tipologi.
Analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu pengumpulan data
dan setelah semua data terkumpul atau setelah selesai dan lapangan.
d. Perbaikan (refinement): meskipun semua
data telah terkumpul, dalam pendekatan studi kasus hendaknya dilakukan
penyempurnaan data baru terhadap kategori yang telah ditemukan. Pengumpulan
data baru mengharuskan peneliti untuk kembali ke lapangan dan barangkali harus
membuat kategori baru, data baru tidak bisa dikelompokkan ke dalam kategori
yang sudah ada.
e. Penulisan laporan: laporan hendaknya
ditulis secara komunikatif, rnudah dibaca, dan mendeskripsikan suatu gejala
atau kesatuan sosial secara jelas, sehingga rnernudahkan pembaca untuk
mernahami seluruh informasi penting.
3.2
Tahapan Pengumpulan
Data
3.2.1 Observasi Lapangan
Penelitian ini
menggunakan observasi lapangan dikarenakan menggunakan Studi Kasus. Observasi
merupakan teknik pengumpulan data, dimana peneliti melakukan pengamatan secara
langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan
(Riduwan, 2004 p. 104). Pada dasarnya teknik observasi digunakan untuk melihat
dan mengamati perubahan fenomena–fenomena social yang tumbuh dan berkembang
yang kemudian dapat dilakukan perubahan atas penilaian tersebut, bagi pelaksana
observaser untuk melihat obyek moment tertentu, sehingga mampu memisahkan
antara yang diperlukan dengan yang tidak diperlukan. (Margono, 2007 p. 159).
Penelitian ini dimulai pada bulan Oktober 2017 dan berakhir pada Januari 2018
dengan memperhatikan langkah langkah yang dilakukan oleh team Public Relations
United Airlines melakukan Manajemen Krisis dalam menangani kasus penyeretan
penumpang secara paksa dari dalam pesawat United Airlines dengan nomor
penerbangan 3411 dari bandara Chicago O'Hare menuju Louisville pada 9
April 2017.
3.2.2 Wawancara
Menurut Lexy J
Moleong (1991 p. 135) dijelaskan bahwa wawancara adalah percakapan dengan
maksud-maksud tertentu. Pada metode ini peneliti dan responden berhadapan
langsung (face to face) untuk mendapatkan informasi secara lisan dengan tujuan
mendapatkan data yang dapat menjelaskan permasalahan penelitian.
Berdasarkan cara
pengumpulan informasi atau data, maka peneliti menggunakan dua teknik
pengumpulan data, yaitu wawancara mendalam (in depth interview) dan observasi
non partisipan dengan pakar Public Relations yang memahami manajemen krisis dalam suatu
perusahaan serta team Public Relations
dari United Airlines dan konsumen yang mengetahui tentang kasus ini.
Pengertian
wawancara-mendalam (In-depth Interview) menurut Sutopo (2006 p. 72) adalah
proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab
sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden atau orang yang
diwawncarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara dimana
pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relative lama.
Langkah langkah
wawancara menurut Lincoln dan Guba (dalam Sugiyono 2011 p. 322) terdapat
beberapa langkah dalam melakukan wawancara untuk mengumpulkan data dalam
penelitian kualitatif, yaitu:
1.
Menetapkan kepada siapa wawancara akan dilakukan
2.
Menyiapkan pokok masalah yang akan menjadi bahan untuk
wawancara
3.
Mengawali atau membuka alur wawancara
4.
Menginformasikan hasil wawancara dan mengakhirinya
5.
Menulis hasil wawancara kedalam catatan lapangan
6.
Mengidentifikasi lebih lanjut hasil wawancara yang telah
diperoleh
Metode pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan data primer dan
data sekunder, sebagai berikut:
Dalam
penelitian ini, data primer yang digunakan adalah dengan wawancara mendalam
dengan pakar Public Relations yang
memahami manajemen krisis dalam suatu perusahaan serta team Public Relations dari United Airlines
dan konsumen yang mengetahui tentang kasus ini. Sedangkan, data sekunder dalam makalah ini
diperoleh dari jurnal, buku yang berkaitan dengan penelitian ini, website resmi
United Airlines, dan internet.
·
Data Primer
Menurut Umar (2003
p. 56), data primer merupakan data yang diperoleh langsung di lapangan oleh
peneliti sebagai obyek penulisan. Metode wawancara mendalam atau in-depth
interview digunakan untuk mendapatkan data dengan metode wawancara bersama
narasumber yang akan diwawancarai.
Data
primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan melalui:
1.
Observasi atau pengamatan secara langsung di
lokasi penelitian.
2.
Wawancara (interview) secara langsung
dengan beberapa informannya yang merupakan sumber data utama dalam penelitian
ini.
Data
primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam dengan
pakar Public Relations yang memahami
manajemen krisis dalam suatu perusahaan serta team Public Relations dari United Airlines dan konsumen yang mengetahui
tentang kasus ini.
·
Data Sekunder
Menurut Sugiyono
(2005 p. 62), data sekunder adalah data yang tidak langsung memberikan data
kepada peneliti, misalnya penelitian harus melalui orang lain atau mencari
melalui dokumen. Data diperoleh dengan menggunakan studi literatur yang dilakukan
terhadap banyak buku dan diperoleh berdasarkan catatan yang berhubungan dengan
penelitian, selain itu peneliti menggunakan data yang diperoleh dari internet.
Data sekunder yang
digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari jurnal, buku yang berkaitan
dengan penelitian ini, website resmi United Airlines, dan internet.
Daftar Pertanyaan Wawancara:
1. Bagaimana cara
praktisi Public Relations United
Airlines mengidentifikasi krisis yang terjadi?
2. Media apa saja yang
digunakan oleh praktisi Public Relations United
Airlines dalam menganalisis krisis?
3. Bagaimana reaksi
Anda saat mengetahui isolasi krisis Anda gagal?
4. Apakah menurut Anda
pilihan strategi untuk menghadapi krisis ini sudah berhasil?
5. Bagaimana cara Anda
menjalankan program pengendalian krisis pada saat genting?
6. Apakah implementasi
strategi yang Anda lakukan berhasil merubah pendapat masyarakat terhadap United
Airlines?
7. Dasar etika Public Relations sangatlah penting untuk
dijalankan oleh seorang praktisi Public
Relations. Apa menurut Anda hal tersebut turut mempengaruhi cara
menjalankan strategi saat mengalami krisis?
8. Apakah konsep
penerbangan United Airlines sudah sesuai dengan standart yang berlaku? Dan
apakah hal tersebut sudah sesuai dengan ekspektasi masyarakat?
9. Bagaimana reaksi
masyarakat terhadap strategi yang Anda pilih?
10. Alat apa saja yang
Anda gunakan dalam menjalankan strategi saat krisis terjadi?
3.2.3 Narasumber
Menurut Bagong
Suyatna, narasumber adalah peranan dari seorang narasumber atau seorang
informan dalam mengambil data yang akan digali dari orang-orang tertentu yang
memiliki nilai dalam menguasai persoalan yang ingin diteliti dan mempunyai
keahlian dalam berwawasan cukup.
Narasumber dalam
penelitian ini adalah pakar Public
Relations, team Public Relations
dari United Airlines dan konsumen yang mengetahui tentang kasus ini.
3.2.4 Unit Analisis
Unit analisis
adalah unit terkecil dari narasumber, misalnya kegiatan, perilaku, pemikiran,
ataupun program yang dilakukan oleh narasumber dalam menangani kasus.
Dalam penelitian
ini unit analisisnya adalah program yang dilakukan oleh team
Public Relations dari United Airlines
dan pemikiran dari pakar Public
Relations, dan konsumen yang mengetahui tentang kasus ini.
3.1
Tahap Pengambilan
Sample
Teknik
pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive
Sampling. Pengertian sengaja (purposive) di sini adalah bahwa
peneliti telah menentukan responden dengan anggapan atau pendapatnya (judgement)
sendiri dalam sampel penelitiannya, peneliti tahu persis siapa yang akan
dipilih sebagai sampel. Untuk memperoleh informasi yang lengkap dan dalam, maka
peneliti memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya.
3.2
Fokus
Penelitian
Fokus
penelitian dalam penelitian ini ingin mengetahui penerapan peran Public Relations dalam melakukan
manajemen krisis kasus penyeretan penumpang secara paksa dari dalam pesawat United
Airlines dengan nomor penerbangan 3411 dari bandara Chicago O'Hare menuju
Louisville pada 9 April 2017.
Tabel 2
Objek
Penelitian
|
Elemen
|
Evidensi |
Teknik
|
||
Analisis
Manajemen Krisis PR United Airlines dalam Menangani Kasus Penurunan Penumpang
Secara Paksa
|
Manajemen
Krisis:
- Identifikasi Krisis
|
Perusahaan
melakukan identifikasi sumber dari krisis untuk mengetahui apa yang
menyebabkan krisis tersebut.
|
Observasi
Lapangan, dan Wawancara Langsung
|
||
- Analisis
Krisis
|
Seorang
praktisi Public Relations diharuskan melakukan analisis atas masukan yang diperoleh
setelah melakukan proses identifikasi untuk mengetahui bagaimana krisis
tersebut bisa terjadi serta kronologis dari krisis tersebut.
|
||||
- Isolasi
Krisis
|
Mengasingkan
berita krisis yang terjadi agar tidak menyebar atau merembet kedalam hal-hal
lain nya sehingga menyebabkan krisis semakin membesar
|
||||
- Pilihan
Strategi
|
Sebelum
mengambil langkah-langkah komunikasi untuk mengendalikan krisis, perusahaan
perlu melakukan penetapan strategi generik yang akan diambil untuk menghadapi
krisis.
|
||||
- Program
Pengendalian
|
Hal
utama yang dilakukan di lapangan saat terjadi krisis untuk menghindari krisis
semakin meluas dan juga memperhitungkan strategi yang telah dipilihi
|
||||
- Implementasi
|
Merupakan
suatu tindakan untuk mengkomunikasikan
dan menerapkan strategi yang telah ditetapkan sebelumnya.
|
||||
Etika
Public Relations
|
Implikasi-implikasi
etis dari berbagai strategi dan taktik yang diterapkan untuk mengatasi
masalah yang dihadapi seorang praktisi Public
Relations
|
Wawancara
dan Observasi Lapangan
|
|||
Konsep
Penerbangan
|
Konsep
Dasar penerapan dan pelayanan Jasa Penerbangan yang dipakai oleh pihak penerbangan
dalam menjalankan perusahaan jasa penerbangan.
|
Studi
Kasus
|
3.1
Tahap
Analisis Data dan Representasi Data
Dalam
Lexy J. Moleong (2002 p. 103) menjelaskan bahwa analisis data adalah proses
mengatur urutan data, mengorganisasikanya ke dalam suatu pola, kategori, dan
satuan uraian dasar. Dalam analisis data kualitatif, Bogdan menyatakan bahwa: ” Data analysis is the proses of
systematically searching and arranging the interview transcripts, fieldnotes,
and other materials that you accumulate to increase your own understanding of
them and to enable you to present what you have discovered to others”
analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain,
sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang
lain.
Berdasarkan
hal tersebut, dapat dinyatakan bahwa analisis data adalah proses mencari dan
menyusun data secara sistematis dan diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam
kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam
pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat
kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan langkah teknik data kualitatif Miles and Huberman. Teknik analisa
ini terbagi menjadi 4 tahap, yaitu Data
Collection, Data Reduction, Data Display, dan Conclusion: Drawing/Verifying.
3.1
Teknik
Keabsahan Data
Teknik Keabsahan Data digunakan untuk mengukur sebuah
validitas/validasi dan (verifikasi data) referensi dari buku. Peneliti
menggunakan teknik triangulasi untuk memastikan keabsahan data. Menurut Moleong,
triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu
yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian (Moleong,
2004 p. 330).
Menurut Norman K. Denkin, triangulasi meliputi empat hal,
yaitu: triangulasi metode, triangulasi antar-peneliti (jika penelitian
dilakukan dengan kelompok), triangulasi sumber data, dan triangulasi teori.
Triangulasi
yang dipakai dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber data. Sumber data
yang dipakai adalah dengan melakukan observasi lapangan, wawancara mendalam
dengan pakar Public Relations yang
memahami manajemen krisis dalam suatu perusahaan serta team Public Relations dari United Airlines
dan konsumen yang mengetahui tentang kasus ini ,dan juga data sekunder seperti jurnal, buku yang
berkaitan dengan penelitian ini, website resmi United Airlines, dan internet.
Triangulasi Sumber Data, adalah pengumpulan
data dari beragam sumber yang saling berbeda dengan menggunakan suatu metode
yang sama untuk menggali kebenaran informasi tertentu melalui berbagai metode
dan sumber perolehan data.
3.1
Lokasi
dan Waktu Penelitian
Penelitian ini berlangsung selama empat bulan, yaitu dari
bulan peneliti menentukan topic yang akan diteliti pada bulan Oktober 2017
hingga Januari 2018.
Lokasi penelitian ini
berlangsung di Perpustakaan Kampus B London School of Public Relations.
DAFTAR
PUSTAKA
Bogdan, R.C dan
Biklen, S.K. 1982. Qualitative Research
for Education: An Introduction to Theory and Methods, Boston : Allyn and
Bacon, Inc
Creswell,
John W. 2009. Research Design 4th Edition
Kasali,
Rhenald. 1994. Manajemen Public
Relations, Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta : Pustaka Utama
Grafiti.
Margono. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan.
Jakarta: Rineka Cipta
Moleong,
Lexy. J. 1991. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rordakarya
Moleong,
Lexy. J. 2002. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Moleong,
Lexy. J. 2004. Metode Penelitian
Kualitatif. Remaja Rosdakarya. Bandung
Mulyana,
Deddy. 2010. Metodelogi Penelitian
Kualitatif “Paradigma baru ilmu komunikasi dan ilmu sosial lainnya”.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Pambayun, Ellys
Lestari. 2013.One Stop Qualitative
Research Methodology in Communication
Parsons, Patricia
J. 2008. Ethics in Public Relations A
Guide to Best Practice
Purwaningwulan,
Melly Maulin .2012. Majalah Ilmiah UNIKOM
Vol.11 No. 2
Riduan.
2004. Metode dan Teknik Menyusun Tesis.
Alfabeta: Bandung
Sugiyono. 2005. Statistik Untuk Penelitian.
Bandung:Alfabeta
Sugiyono.
2011. Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sutopo.
2006. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Surakarta: UNS
Umar,
Husein. 2003. Metodologi Penelitian Untuk
Tesis dan Skripsi Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Komentar
Posting Komentar